Jakarta, - Program swasembada beras menjadi fokus utama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan kedaulatan pangan nasional. Namun demikian, berbagai tantangan regulasi masih perlu diselesaikan untuk mencapai target ambisius ini.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, menegaskan bahwa swasembada beras merupakan indikator utama keberhasilan program swasembada pangan. Selain itu, pencapaian target ini akan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor beras dari negara lain.
"Swasembada beras berarti Indonesia tidak lagi mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri," ungkap Alex dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR RI. Lebih lanjut, dia menambahkan bahwa jika masih terdapat impor beras dengan alasan apapun, maka target swasembada pangan presiden dapat dikatakan gagal.
Persoalan harga eceran tertinggi (HET) beras menjadi isu krusial yang memerlukan penanganan segera. Saat ini, pelaku usaha yang menjual beras melebihi HET dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana. Akan tetapi, kebijakan ini dinilai tidak sejalan dengan realitas biaya produksi di lapangan.
Berdasarkan Keputusan Kepala Bapanas No 14 Tahun 2025, harga gabah kering panen ditetapkan sebesar Rp6.500 per kilogram. Sementara itu, HET beras masih berada di kisaran Rp12.000 per kilogram. Kondisi ini menciptakan dilema bagi pelaku usaha, terutama pengusaha kecil dan menengah.
Alex menekankan pentingnya apresiasi pemerintah terhadap pelaku usaha sektor pangan. Mereka telah bersedia membeli gabah kering panen sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Oleh karena itu, penerapan sanksi pidana karena menjual beras melebihi HET dinilai tidak tepat."Pemerintah harus mengapresiasi pengorbanan pelaku usaha dengan kesediaan membeli gabah sesuai HET. Namun, jangan sampai mereka dijerat dengan sanksi pidana karena menjual beras melebihi HET," tegas politisi Fraksi PDI Perjuangan tersebut.
Menurut Alex, HET beras seharusnya berfungsi sebagai sistem peringatan dini bagi pemerintah dalam memutuskan kebijakan intervensi pasar. Ketika harga beras melebihi HET, pemerintah dapat segera mengguyur pasar menggunakan stok cadangan beras yang tersedia.
Indonesia memiliki cadangan beras nasional sebesar 4 juta ton atau setara 4 miliar kilogram. Jumlah ini cukup signifikan untuk menekan harga beras di pasar. Apabila digunakan pada waktu yang tepat, masyarakat tidak akan kesulitan membeli beras berkualitas, dan pedagang pun tidak akan dirugikan.
Kebijakan harga gabah pada dasarnya bertujuan untuk menyejahterakan petani sebagai tulang punggung ketahanan pangan nasional. Karena itu, diperlukan regulasi yang jelas mengenai batas atas harga beras di tingkat produksi. Hal ini penting agar petani tetap sejahtera tanpa memberatkan pelaku usaha, khususnya pengusaha kecil yang masih terbebani biaya produksi tinggi.
Editor : Redaksi