Pemprov Sumbar

Harimau Sumatra Mati di TMSBK Bukittinggi, Diduga karena Kelainan Genetik

×

Harimau Sumatra Mati di TMSBK Bukittinggi, Diduga karena Kelainan Genetik

Bagikan berita
Kepala Dinas Pariwisata Bukittinggi, Rofie Hendria memperlihatkan bukti pengawasan bayi harimau yang mati setelah lahir selama enam hari di TMSBK. (ANTARA/Al Fatah)
Kepala Dinas Pariwisata Bukittinggi, Rofie Hendria memperlihatkan bukti pengawasan bayi harimau yang mati setelah lahir selama enam hari di TMSBK. (ANTARA/Al Fatah)

Bukittinggi - Seekor bayi Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) jantan mati setelah enam hari dilahirkan di Taman Marga Satwa Budaya Kinantan (TMSBK), Bukittinggi. Kematian ini kembali memunculkan dugaan kelainan genetik pada induk harimau bernama Yani.

Kepala Dinas Pariwisata Kota Bukittinggi sekaligus Ketua Tim Dokter TMSBK, Rofie Hendria, membenarkan kematian anak harimau tersebut yang terjadi pada Selasa (1/7/2025).

“Anak dari Yani mati karena kekurangan asupan nutrisi akibat tidak adanya air susu. Selain itu, kami mencurigai adanya faktor genetik karena ini adalah kali ketiga Yani gagal mempertahankan anaknya,” ujar Rofie, Kamis (3/7/2025).

Ia menjelaskan, dua kelahiran sebelumnya juga berakhir tragis. Pada kasus pertama, bayi lahir dalam kondisi mati (stillbirth), dan pada Agustus 2024, bayi harimau lain milik Yani juga mati setelah tiga hari dilahirkan.

Kajian bersama tim dokter dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menunjukkan kemungkinan terjadi perkawinan sedarah (inbreeding) di garis keturunan Yani. “Kami tidak menemukan catatan induk Yani hingga generasi teratas (F0), hanya bertemu di F4. Ini mengindikasikan potensi inbreeding di generasi sebelumnya,” jelas Rofie.

Induk Yani, harimau bernama Sean, juga memiliki riwayat serupa: semua anaknya gagal hidup setelah beberapa program pengembangbiakan.

Berbeda dengan induk harimau lain di TMSBK bernama Bancah yang berhasil melahirkan dua anak sehat, bahkan sempat diberi nama langsung oleh Menteri Kehutanan dan Ketua Komisi IV DPR RI beberapa waktu lalu.

Rofie menegaskan bahwa seluruh standar operasional prosedur (SOP) pemeliharaan satwa telah dijalankan secara maksimal.

“Saat ini TMSBK memiliki 13 ekor harimau Sumatra, termasuk satu titipan dari BKSDA yang sebelumnya terjerat di Agam. Jumlah ini menjadikan kami salah satu lembaga konservasi dengan populasi harimau terbanyak di Indonesia,” katanya.

Ia juga menyebut TMSBK telah memiliki Rencana Kerja Pengelolaan (RKP) nasional yang memungkinkan pemerintah daerah ikut terlibat dalam proses tukar-menukar satwa untuk mendukung keberlanjutan konservasi.

Editor : Redaksi
Bagikan

Berita Terkait
Terkini