Menanggapi potensi bencana ini, berbagai langkah mitigasi dan penanganan telah menjadi prioritas utama. Kepala BNPB, Letjen TNI Dr. Suharyanto S.Sos., M.M., telah menginstruksikan seluruh kepala daerah terdampak untuk segera menerbitkan status tanggap darurat. Rencananya, Kepala BNPB akan memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Karhutla di Riau pagi ini, Senin (21/7).
BNPB bersama instansi terkait, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), BPBD, TNI, Polri, Manggala Agni, Tagana, dan kelompok masyarakat peduli api (MPA) terus memperkuat patroli terpadu. Daerah dengan status siaga darurat seperti Riau, Kalimantan Barat, dan Toba juga terus melakukan penanganan darurat baik darat maupun udara, termasuk operasi modifikasi cuaca (OMC) untuk mempercepat hujan buatan.
Selain itu, posko lapangan karhutla dan alat pemadam cepat telah diaktifkan di daerah rawan. Untuk mengantisipasi kekeringan, pemerintah daerah bersama BPBD melakukan pendataan dan distribusi air bersih, serta memobilisasi bantuan logistik dan suplai irigasi darurat.
BNPB juga mengimbau masyarakat untuk lebih bijak dalam penggunaan air dan mulai beradaptasi dengan pola pertanian tahan kering. Terkait potensi gerakan tanah, sosialisasi kepada warga yang tinggal di lereng perbukitan terus digencarkan, termasuk pemantauan visual dan penggunaan sensor tanah sebagai sistem deteksi dini.
Dalam menghadapi musim kemarau yang diprediksi berlangsung hingga akhir September, BNPB menekankan pentingnya peran aktif seluruh elemen masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha.“Pantau terus peringatan dini dari lintas instansi terkait melalui situs resmi, media sosial, maupun aplikasi mobile. Ketahanan lingkungan, pengurangan risiko bencana, serta keselamatan jiwa dan keberlanjutan kehidupan masyarakat adalah tanggung jawab kita bersama,” pungkas Abdul Muhari.
(*)
Editor : Redaksi