Masuknya produk unggulan AS seperti ayam beku, kedelai, jagung, hingga daging sapi berpotensi membunuh usaha peternakan mandiri, yang saat ini menopang lebih dari lima juta lapangan kerja di Indonesia.
"Jika produk-produk tersebut dijual jauh di bawah harga pokok produksi petani lokal, maka dalam waktu singkat kita akan kehilangan produsen dalam negeri. Dampaknya, ketergantungan pada impor akan makin parah," katanya.
Menurut Alex, pembukaan kran impor tanpa pengamanan dalam bentuk safeguard, kuota, atau kebijakan proteksi lainnya, merupakan bentuk keberpihakan pada kepentingan luar.
Ia menyebut bahwa langkah ini justru mempercepat proses deindustrialisasi di sektor pangan lokal, yang sedang berusaha bangkit dari tekanan global.
Karena itu, Alex mendesak Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan untuk segera mengkaji ulang kebijakan tarif 0 persen tersebut secara menyeluruh.Ia juga meminta pemerintah agar transparan dalam menyampaikan proyeksi dampak kebijakan terhadap ketahanan pangan, daya beli masyarakat, serta kelangsungan usaha mikro dan kecil di sektor agrikultur.
"Sekali lagi saya tegaskan, jangan sampai kita mengorbankan agenda kedaulatan pangan hanya karena iming-iming pasar ekspor,” tutupnya. (***)
Editor : Redaksi
